Thursday, September 22, 2016

Menabung Buat Nikah?? Ini Tips-nya!



Buat kalian yang sedang kejar setoran nabung untuk nikah, berikut ini gue share cara-cara jitu buat nabung yang mungkin bisa lo jadikan panduan :

1.       Buat rekening terpisah
Jika kalian punya rekening yang dipakai untuk transfer gaji setiap bulan, usahakan punya 1 rekening lain (bebas pilih bank) yang khusus kalian gunakan untuk tabungan.
Tujuannya, supaya rekening terpisah tersebut gak diganggu gugat sama sekali. Usahakan uang yang sudah kalian setorkan ke rekening tersebut gak dipakai untuk keperluan apapun kecuali benar-benar urgent.

2.       Sisihkan di awal bulan
Pernah punya prinsip “Gaji – Kebutuhan = Tabungan” ?
Prinsip di atas berpatokan bahwa ketika gaji bulan lalu masih ada sisanya, baru sisa tersebut ditabung. Ini prinsip yang SALAH BESAR!!!
Menabung itu harus disisihkan di awal. Ketika kalian gajian, langsung setorkan ke rekening khusus tabungan, lalu lupakan! Maksudnya lupakan disini ya jangan diutak-atik, kecuali untuk kebutuhan yang sangat urgent.
Kalau kalian nunggu ada sisa gaji baru ditabung, caya deh ma gue, kaga bakal ada sisanya! Selalu adaaa aja barang-barang lucu di mall, di tokopedia, atau di lazada. Khilaf belanja, lupa deh ma nabung (curcol nih gue).

3.       Ada target
a.       Pernikahan kalian berapa bulan lagi? Enam bulan? Setahun? Dua tahun?
Jika sudah punya rencana kapan nikah, sudah pasti tahu dong sisa waktu tinggal berapa bulan lagi untuk nabung.
b.      Resepsi di rumah apa di gedung? Sudah tahu dong biaya yang dibutuhkan berapa banyak?

Dengan menjawab dua pertanyaan di atas sudah pasti kalian bisa bikin target : berapa total target tabungan, berapa yang ditabung setiap bulan, dan berapa lama nabung.

4.       Tabungan bareng pacar
Dulu semasa jomblo, gue paling ngeri lihat temen-temen gue pada punya tabungan bareng pacarnya. Pikir gue : kok mau ya mempercayakan uang sebesar itu ke orang lain meskipun itu pacar sendiri. Pacar kan bukan suami. Dan belum tentu beneran jadi suami. Kalo putus pacaran trus hitung-hitungannya gimana?
Tapi setelah punya pacar yang serius dan berencana nikah, baru gue sadar bahwa tabungan bersama itu memang penting. Kalau misal kamu sibuk nabung sendiri sementara pacar kamu gak ada usaha untuk nabung kaya kamu, nanti giliran mendekati hari H siapa yang repot? Kamu sendiri juga. Cari dana dari mana untuk nutupin “jatah” pacarmu?
So nabung bersama itu penting. Tapi lebih penting lagi harus ada laporan keuangannya.
Ketika gue nabung buat merit, setoran dari si bebeb gue masukin bareng di rekening khusus tabungan punya gue. Tapi gue selalu buat laporannya. Gak ribet amat sih, bikin di excel biasa aja : tanggal bebeb setoran, berapa yang disetor, dan berapa yang diambil (kalo pas dia butuh).
Jadi, semisal terjadi hal-hal yang diluar rencana kalian (putus, dll) kalian gampang balikinnya. Gue gak doain putus sih ya, tapi kan lebih baik sedia payung sebelum hujan.

5.       Ikut arisan
Masih berfikir bahwa arisan itu khusus emak-emak RT? Memang. Tapi kita juga butuh lho guys. Gak sedikit temen-temen gue (termasuk gue sendiri) yang ikut arisan sebelum nikah. Jadi ketika mendekati hari H, kita bisa minta supaya nama kita yang dapet arisan. Waktu menjelang nikah gue ikut 2 arisan dan gue minta supaya dua-duanya keluar. Mayan kan.
Tapi usahakan kalian ikut arisan yang panitia nya gak saklek sama peraturan ya. Pilihlah grup arisan yang memang membolehkan pesertanya ambil duluan dalam keadaan yang mendesak.

6.       Bonus & THR
Punya bonus dari kantor? Punya THR? Masukin semuanya ke tabungan. Gak usah buang duit untuk jajan dan jalan-jalan dulu. Kejar setoran pokoknya!

7.       KTA / Personal Loan
Kredit Tanpa Agunan & Personal Loan yang ditawarkan oleh beberapa bank bisa juga jadi penyelamat buat kalian yang mau nikah dan kurang modal. Saran gue, ajukan pinjaman dengan jumlah yang masuk akal, yang sanggup kalian bayar setoran bulanannya. Jangan sampe setelah nikah kalian malah stress dikejar-kejar debt collector karena gak sanggup bayar. Dulu gue juga sempat ngajuin, tapi Alhamdulillah ditolak hehe.

8.       Kartu Kredit
Yang ini pengalaman pribadi gue.
Kalo kalian pernah baca-baca postingan gue sebelumnya, pasti kalian tahu bahwa planning nikah gue itu berubah total dua bulan sebelum acara. Yang tadinya rencana resepsi di rumah berubah jadi ke gedung.
So pasti kebutuhan dana juga berubah ya bo’. Nambahnya gak sejuta-dua juta, tapi puluhan juta! Duitnya darimana?
Meskipun target nabung gue paksa tambah, gak bakalan juga nutup kekurangannya. Kenapa? Ya karena tinggal dua bulan lagi keleeesss… nambahnya gak seberapa.
Puter-puter otak berdua bebeb, akhirnya gue dapet ide untuk  memaksimalkan kartu kredit kita masing-masing. Semua pengeluaran yang harus dibayar cash (pelunasan catering, belanja selametan, dll) kita prioritaskan pake uang yang sudah ada. Sedangkan keperluan sekunder (beli cincin emas pelangkah buat kakak gue, beli tiket pesawat+hotel honeymoon, dll) kita bayarnya pake kartu kredit. Bahkan gue dan bebeb ngambil uang cash dari CC kita masing-masing sesuai batas yang diberikan untuk nambahin dana.
Hasilnya? Alhamdulillah resepsi lancar.
Bayarnya? Ya dari amplop kondangan para tamu lah. Hahahaha….

Sudah siap nabung???


Wednesday, September 21, 2016

Perlu Gak Sih Jadi Peserta BPJS Kesehatan???



Ini pertanyaan galau ya guys.

Sebenernya sudah setahun terakhir gue terdaftar sebagai peserta BPJS Perusahaan (iuran gue dibayarkan oleh perusahaan tempat gue bekerja). Bedanya dengan peserta BPJS Mandiri ada di besar iurannya. Jika peserta BPJS Mandiri kelas 1 harus membayar iuran sebesar 80-90ribu per bulan per orang (info terakhir yang gue dengar), maka peserta BPJS Perusahaan kelas 1 iurannya adalah 5% dari gaji.

Nah….5% persen itulah yang jadi biang kerok penyebab “kerusuhan” di tempat gue kerja sejak sebulan yang lalu. Begini hitungan iuran per bulannya :

Untuk karyawan single : 5% x Gaji All In (pembayaran hanya untuk karyawan ybs)
Untuk karyawan menikah : 5% x Gaji All In (pembayaran karyawan ybs, istri, + 3 org anak)

Jadi, kalau ada 1 karyawan single vs 1 karyawan menikah (+ 3 anak) yang gajinya sama besarnya, maka iuran yang dibayarkan oleh perusahaan juga sama saja.
Misal gaji all in adalah Rp 8.000.000
Untuk karyawan single : 5% x 8.000.000 = 400.000/bulan
Untuk karyawan menikah : 5% x 8.000.000 = 400.000/bulan

Untuk karyawan yang sudah menikah sih ga terlalu rugi ya, karena dia bayar 400rb untuk 5 orang alias sekeluarga (jatohnya tetep aja 80rb per orang kan).

Tapi buat yang single, (atau sudah menikah tapi belum punya anak, atau hanya punya anak 1) dia bayar 400rb untuk dirinya sendiri! Gilak! Itu seharga asuransi Prudential gue bo!!! Apakah fasilitas dan pelayanannya sama dengan Prudential? JAAAUUUHHHHHH!!!!!

Kalo kita sakit dan perlu dirawat, lalu kita nunjukkin kartu Prudential (atau asuransi lainnya), kita gak bakal diperlakukan layaknya rakyat jelata berkasta rendah sama rumah sakit. Tapi kalo kita nunjukkin kartu BPJS, siap-siap ngantri dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore cuma buat dapet pelayanan yang (jujur aja deh) jauh dari kata layak, obat yang gak manjur (pengalaman pribadi adek gue), plus ribet bolak balik ngurus dokumen a, b, c, sampe z yang gak ada habisnya (pengalaman temen kantor gue).

Masalah utama yang jadi penyebab “kerusuhan” di tempat gue kerja adalah : karena iuran bulanan yang perusahaan bayarkan untuk keanggotaan karyawannya gak notabene full dibayar oleh perusahaan, tapi diambil dari jatah pengobatan karyawan. Jadi kalau selama ini kita punya hak “uang pengobatan” yang bisa kita cairkan (reimburse kwitansi pengobatan), setelah jadi peserta BPJS itu jatah pengobatan udah dipotong buat bayar BPJS. Lah abis dong?! Iya habis memang, atau setidaknya berkurang banyak dari jatah yang seharusnya kita terima. Makanya rusuh deh. Banyak yang pada protes gak mau jadi peserta BPJS, ada yang mau ikut BPJS Mandiri aja (yang single terutama milih ini), dan berbagai jenis komplen lainnya.

Perusahaan sih menyarankan agar karyawan memanfaatkan keanggotaan BPJS sebaik-baiknya. Tapi apa benar bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya? Contoh nih gue sendiri :
1.       Keanggotaan BPJS gue tuh hitungannya single karena suami gue terdaftar terpisah (dan kami belum punya anak, masih di kandungan – gue lagi hamil maksudnye).
2.       Iuran bulanan yang diambil dari “jatah pengobatan” gue kurang lebih 400rb per bulan (seharga Prudential gue).
3.       Kalo gue periksa kandungan ke klinik tanpa BPJS (bayar cash), rata-rata gue bayar 350rb (sudah termasuk periksa dokter, vitamin, plus USG)
4.       Kalo gue periksa kandungan ke klinik pake kartu BPJS, biaya gratis TAPIIII….. gue cuma diperiksa oleh Bidan (bukan dokter), jenis vitamin yang dikasih beda (lower grade), dan tidak ada USG.
Lihat lagi point nomor 2 : iuran BPJS gue 400rb per bulan, sedangkan bayar dokter cash cuma 350rb udah dapet paket lengkap.

Apa yang bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya? Yang ada gue merasa  dimanfaatkan sama BPJS. Kalo gue periksa ke bidan, paling banyak cuman habis 75ribu!!!

Memang, iuran BPJS itu ibarat subsidi silang buat yang tidak mampu, itung-itung beramal. Tapi apakah orang tidak mampu seluruhnya punya BPJS? Gue rasa enggak. Lagian, kalo gue mau beramal bukan dengan cara bayar iuran BPJS. Banyak cara lain untuk beramal yang memang benar-benar dirasakan manfaatnya sama orang yang tidak mampu.

So, kesimpulannya...perlu gak sih jadi peserta BPJS Kesehatan???