Wednesday, September 21, 2016

Perlu Gak Sih Jadi Peserta BPJS Kesehatan???



Ini pertanyaan galau ya guys.

Sebenernya sudah setahun terakhir gue terdaftar sebagai peserta BPJS Perusahaan (iuran gue dibayarkan oleh perusahaan tempat gue bekerja). Bedanya dengan peserta BPJS Mandiri ada di besar iurannya. Jika peserta BPJS Mandiri kelas 1 harus membayar iuran sebesar 80-90ribu per bulan per orang (info terakhir yang gue dengar), maka peserta BPJS Perusahaan kelas 1 iurannya adalah 5% dari gaji.

Nah….5% persen itulah yang jadi biang kerok penyebab “kerusuhan” di tempat gue kerja sejak sebulan yang lalu. Begini hitungan iuran per bulannya :

Untuk karyawan single : 5% x Gaji All In (pembayaran hanya untuk karyawan ybs)
Untuk karyawan menikah : 5% x Gaji All In (pembayaran karyawan ybs, istri, + 3 org anak)

Jadi, kalau ada 1 karyawan single vs 1 karyawan menikah (+ 3 anak) yang gajinya sama besarnya, maka iuran yang dibayarkan oleh perusahaan juga sama saja.
Misal gaji all in adalah Rp 8.000.000
Untuk karyawan single : 5% x 8.000.000 = 400.000/bulan
Untuk karyawan menikah : 5% x 8.000.000 = 400.000/bulan

Untuk karyawan yang sudah menikah sih ga terlalu rugi ya, karena dia bayar 400rb untuk 5 orang alias sekeluarga (jatohnya tetep aja 80rb per orang kan).

Tapi buat yang single, (atau sudah menikah tapi belum punya anak, atau hanya punya anak 1) dia bayar 400rb untuk dirinya sendiri! Gilak! Itu seharga asuransi Prudential gue bo!!! Apakah fasilitas dan pelayanannya sama dengan Prudential? JAAAUUUHHHHHH!!!!!

Kalo kita sakit dan perlu dirawat, lalu kita nunjukkin kartu Prudential (atau asuransi lainnya), kita gak bakal diperlakukan layaknya rakyat jelata berkasta rendah sama rumah sakit. Tapi kalo kita nunjukkin kartu BPJS, siap-siap ngantri dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore cuma buat dapet pelayanan yang (jujur aja deh) jauh dari kata layak, obat yang gak manjur (pengalaman pribadi adek gue), plus ribet bolak balik ngurus dokumen a, b, c, sampe z yang gak ada habisnya (pengalaman temen kantor gue).

Masalah utama yang jadi penyebab “kerusuhan” di tempat gue kerja adalah : karena iuran bulanan yang perusahaan bayarkan untuk keanggotaan karyawannya gak notabene full dibayar oleh perusahaan, tapi diambil dari jatah pengobatan karyawan. Jadi kalau selama ini kita punya hak “uang pengobatan” yang bisa kita cairkan (reimburse kwitansi pengobatan), setelah jadi peserta BPJS itu jatah pengobatan udah dipotong buat bayar BPJS. Lah abis dong?! Iya habis memang, atau setidaknya berkurang banyak dari jatah yang seharusnya kita terima. Makanya rusuh deh. Banyak yang pada protes gak mau jadi peserta BPJS, ada yang mau ikut BPJS Mandiri aja (yang single terutama milih ini), dan berbagai jenis komplen lainnya.

Perusahaan sih menyarankan agar karyawan memanfaatkan keanggotaan BPJS sebaik-baiknya. Tapi apa benar bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya? Contoh nih gue sendiri :
1.       Keanggotaan BPJS gue tuh hitungannya single karena suami gue terdaftar terpisah (dan kami belum punya anak, masih di kandungan – gue lagi hamil maksudnye).
2.       Iuran bulanan yang diambil dari “jatah pengobatan” gue kurang lebih 400rb per bulan (seharga Prudential gue).
3.       Kalo gue periksa kandungan ke klinik tanpa BPJS (bayar cash), rata-rata gue bayar 350rb (sudah termasuk periksa dokter, vitamin, plus USG)
4.       Kalo gue periksa kandungan ke klinik pake kartu BPJS, biaya gratis TAPIIII….. gue cuma diperiksa oleh Bidan (bukan dokter), jenis vitamin yang dikasih beda (lower grade), dan tidak ada USG.
Lihat lagi point nomor 2 : iuran BPJS gue 400rb per bulan, sedangkan bayar dokter cash cuma 350rb udah dapet paket lengkap.

Apa yang bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya? Yang ada gue merasa  dimanfaatkan sama BPJS. Kalo gue periksa ke bidan, paling banyak cuman habis 75ribu!!!

Memang, iuran BPJS itu ibarat subsidi silang buat yang tidak mampu, itung-itung beramal. Tapi apakah orang tidak mampu seluruhnya punya BPJS? Gue rasa enggak. Lagian, kalo gue mau beramal bukan dengan cara bayar iuran BPJS. Banyak cara lain untuk beramal yang memang benar-benar dirasakan manfaatnya sama orang yang tidak mampu.

So, kesimpulannya...perlu gak sih jadi peserta BPJS Kesehatan???


No comments:

Post a Comment